Bengkala, Kampung Bisu Di Bali Yang Semua Penduduknya Memakai Bahasa Isyarat

Penggunaan bahasa arahan ini bahkan sudah berlangsung selama berabad-abad lamanya
Di Indonesia sendiri memang terdapat beberapa kampung unik yang fenomena di dalamnya belum terpecahkan. Misalnya saja, Kampung Wadon yang semua penduduknya wanita, Kampung yang hanya sanggup dihuni 26 keluarga, kampung janda serta kampung unik lain.
Hampir sama ibarat tempat tinggal di tempat di atas, Kampung yang berada di Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng, Bali ini sangat berbeda dan mempunyai keistimewaan tersendiri. Mungkin sanggup jadi hanya satu-satunya di dunia. Mengapa begitu? Yap, kampung yang dijuluki ‘Kampung Bisu’ ini dihuni oleh para penduduk yang berbicara dengan bahasa isyarat. Mengenai klarifikasi lengkap, beginilah kehidupan mereka.

Asal mula kampung Bengkala
Dalam bahasa Bali sendiri, orang yang difabel (bisu dan tuli) disebut sebagai kolok. Berdasarkan mitos yang sudah dipercaya, dulunya ada dua kelompok yang berbeda keyakinan, salah satu kelompok menentang untuk menyembah tuhan dan mereka menentukan keluar dari kampung tersebut. Namun, ketika mereka telah pergi, kelompok pertama memanggil kembali untuk menuntaskan duduk masalah yang sedang terjadi. Walau berulang kali dipanggil, semua teriakan tak diperdulikan. Karena kesal, kelompok tersebut mengutuk anak keturunan mereka kelak ditulikan. Konon katanya, kelompok yang keluar dari tempat tersebut yakni penduduk yang menghuni Bengkala (kampung kolok) sekarang.

Kolok bukan alasannya faktor keturunan
Dari segi letak administrative, Bengkala masuk ke dalam kategori tempat yang cukup terpencil. Meskipun begitu, penduduk yang menghuni tempat ini cukup banyak,sekitar 3000 orang. Jumlah penduduk yang lahir dengan kondisi difabel juga tidak mengecewakan banyak. Anehnya, hal tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor keturunan Saboom. Buktinya, ada anak yang menderita kolok sedangkan kedua orangtua mereka yakni pasangan normal, sebaliknya ada yang pasangan difabel tetapi melahirkan bayi normal. Dalam kesamaan kasus, hal ini hampir ibarat dengan bawah umur Albino di Garut. Mengenai fenomena ini, akan sangat baik jikalau ada Ilmuwan yang mau meneliti dan ditinjau dari segi sains.

Semua warga sanggup berbahasa isyarat
 Bahasa kolok sudah terkenal selama beberapa masa lalu. Walaupun tidak semua penduduknya tuli dan bisu, mereka tetap mempelajari bahasa arahan loh. Jadi, tak heran jikalau orang yang normal menentukan berbicara dengan bahasa tersebut. Isyarat yang mereka pakai juga sangat sederhana, contohnya saja ketika mau makan, mereka akan mengarahkan tangan ke lisan kemudian memegangi perut. Hal ini juga tentu untuk menghormati orang yang mempunyai keterbatasan tersebut.

Tidak mengalami diskriminasi
Selama ini kita selalu menemukan orang yang diperlakukan secara tidak adil ketika ia berstatus difabel. Namun, hal ini tidak terjadi di Desa Bengkala. Orang-orang yang normal dan mempunyai keterbatasan tetap berkomunikasi secara santun satu sama lain, mereka diperlakukan secara hormat dan tidak mengalami bully. Di tempat ini sendiri bahkan didirikan sekolah khusus untuk memfasilitasi mereka untuk mencar ilmu tanpa diikat oleh usia. Siapapun yang mau mencar ilmu dipersilakan, guru yang normal pun memakai isyarat. Dari segi pekerjaan, mereka yang bisu dan tuli tetap menerima tempat yang sama dan layak untuk berkarya.

Dari kampung tersebut mungkin teman-teman sanggup mencar ilmu banyak hal. Seseorang yang tidak tepat sanggup lebih percaya diri, tidak merasa absurd jikalau diperlakukan sama ibarat insan normal pada umumnya. Hidup berdampingan dengan mereka yang punya keterbatasan seharusnya menciptakan kita sanggup saling menyebarkan banyak hal di luar kehidupan sebagai orang normal.


Sumber : www.boombastis.com/kampung-bengkala-buleleng-bali/157507

Comments