5 Fakta Industri Animasi Jepang

Mulai dari pekerja yang dibayar rendah sampai masa depan industri yang semakin suram, kondisi industri animasi Jepang yang bersahabat dengan kenyataan pahit ternyata bertolak belakang dengan kebanyakan animasi Jepang yang penuh keceriaan dan harapan. Berikut ialah 5 fakta wacana industri animasi Jepang yang selama ini mungkin belum kau ketahui.

1. Banyak animator yang dibayar rendah dan hidup di bawah garis kemiskinan 

Animator di sebuah studio animasi Jepang dapat bekerja sampai 84 jam dalam seminggu dan hanya bisa membawa pulang gaji sebesar 92.500 sampai 235.000 yen (sekitar 10,8 juta sampai 27,5 juta) setiap bulannya tergantung pengalaman. Bahkan ada legalisasi seorang animator yang harus membayar kepada studio animasi semoga dirinya tetap diperbolehkan untuk bekerja.

Hal ini menimbulkan mereka hidup di bawah garis kemiskinan di Jepang atau hanya sedikit di atasnya. Tidak mengherankan semakin sedikit orang yang berminat untuk bekerja sebagai animator, hal ini juga diakui oleh Thomas Romain animator asal Perancis yang kini meniti karir di industri anime Jepang. “Kebanyakan orang tidak dapat bertahan hidup dengan gaji yang sangat rendah yang mereka peroleh dengan bekerja di industri (anime) ini," cuitnya lewat akun Twitter.

2. Kesuksesan sebuah animasi tidak besar lengan berkuasa terhadap kesejahteraan studio

Hampir tidak ada sepeserpun uang dari penjualan Blu-ray, DVD, merchandise maupun pendapatan lainnya dari sebuah serial animasi Jepang yang masuk ke kantong studio. Karenanya meskipun Asosiasi Animator Jepang mengumumkan bahwa pada tahun 2016 indutri animasi Jepang membuat rekor penjualan sebesar 220 Triliun rupiah, tidak ada sepeser pun yang kembali ke para pekerja di indstri anime.

Uang tersebut masuk ke perusahaan yang menjadi bab komite produksi, dimana studio animasi pada umumnya tidak masuk ke dalamnya.

3. Semakin banyak animasi diproduksi bisa jadi bencana bagi industri

Thomas Romain mengatakan dikala ini jumlah staf di studio animasi Jepang sudah tidak bisa lagi mengimbangi jumlah animasi yang diprodiksi. Dia mengungkapkan hampir mustahil memproduksi sebuah serial sepanjang 26 pecahan dengan kualitas tinggi, para studio animasi sudah berjuang keras memenuhi kegiatan yang ditetapkan oleh klien. Dengan masuknya investor gres menyerupai Netflix, Amazon dan China, studio dipaksa untuk memproduksi lebih banyak lagi animasi. Sayangnya untuk melatih staf produksi animasi butuh waktu dan semakin sedikit minat orang untuk menjadi animator dikarenakan rendahnya kesejahteraan pegawai.

4. Uang hasil penjualan merchandise belum tentu masuk ke kantong kreator

Komikus Gintama pernah mengatakan tidak peduli seberapa banyak orang yang menonton film pembiasaan komiknya maupun seberapa tinggi pendapatnya. Tidak sepeserpun uang tersebut masuk ke kantong komikus, para komikus hanya dibayar sekali di muka. Yang menyerupai kacang dibandingkan keuntungan box office yang dominan masuk ke kantong perusahaan menyerupai Shueisha dan Sunrise selaku penerbit dan pemegang lisensi.

Satu-satunya cara untuk mendung para kreator, baik itu komikus ataupun pengarang novel ialah dengan membeli buku terbitannya sehingga mereka tetap dapat menikmati keuntungan.

5. Masa depan industri animasi Jepang itu suram

Kekurangan tenaga kerja, bisnis yang semakin stagnan dan terus menurun. Tidak mengherankan banyak yang berpendapat bahwa masa depan industri ini semakin suram.

Osamu Yamasaki, sutradara serial animasi "Hakuoki" percaya bahwa banyak sutradara yang paham betapa berbahaya kondisi ini bagi masa depan industri. Sutradara Neon Genesis Evangelion, Hideako Anno, sempat mengungkapkan pada tahun 2015 silam bahwa menurunnya talenta dan pendanaan akan menjadi ancaman terbesar dalam lima tahun kedepan.

“Mungkin industri animasi Jepang membutuhkan sebuah model bisnis baru.” ujar Yamasaki.

Sumber: kumparan

Comments